BAB
I
PENDAHULUAN
Akhir abad XIX atau memasuki abad XX
di Amerika berkembang sebuah aliran filsafat yang begitu besar dampaknya bagi
perkembangan negara tersebut sehingga mengubah cara pandang rakyat Amerika
salah satunya di bidang pendidikan yang disebut pragmatisme. Tokoh pragmatisme
pertama adalah Charles Sander Peirce kemudian diikuti oleh William James
kemudian terakhir adalah John Dewey.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang
mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan
pragmatisme adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima segala
sesuatu, asal saja membawa akibat yang praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi
diterimanya asal bermanfaat.
Makalah ini membahas tentang
epistemologi pragmatisme dari Wiliam James dan John Dewey
di mana tokoh yang terakhir dalam aliran pragmatisme ini lebih suka menyebut
pragmatisme dengan istilah instrumentalisme yang pemikirannya terpengaruh oleh
pendahulunya yaitu Hegel, Darwin dan James. Kemudian membahas juga mengenai
instrumentalisme John Dewey relevansinya dengan dunia pendidikan Islam.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Epistimologi Pragmatis
Epitomologi berasal dari kata Yunani “epesteme” yang
arti harfiahnya adalah pengetahuan. Ada
pula pandangan bahwa epistimologi adalah merupakan teori pengetahuan (theory of knowledge[1]). Pengertian
lain. Epistimologi adalah bagaimana suatu pengetahuan diukur kebenarannya, yang
memunculkan teori-teori kebenaran: teori kebenaran korespondensi, koherensi,
pragmatis.[2]
Dalam pengertian lain epistimologi adalah berasal dari
Yunani “episteme: dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai,
artinya mendudukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka secara harfiah episteme
berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk “menempatkan sesuatu dalam
kedudukan setempatnya”. Epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge; erkentnistheorie)[3]
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi
dari pada epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba
mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal
itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki
pengetahuan[4]
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology
is the branch of philosophy which investigates the origin, stukture, methods
and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan
istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F
Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994)[5].
Pragmatisme
berasal dari bahasa Yunani: pragma, artinya yang dikerjakan, yang
dilakukan, perbuatan, tindakan. Pragmatisme
pada dasarnya merupakan gerakan filsafat Amerika yang begitu dominan selama
satu abad terakhir dan mencerminkan sifat-sifat kehidupan Amerika. Demikian
dekatnya pragmatisme dangan Amerika sehingga Popkin dan Stroll menyatakan bahwa
pragmatisme merupakan gerakan yang berasal dari Amerika yang memiliki pengaruh
mendalam dalam kehidupan intelektual di Amerika. Bagi kebanyakan rakyat
Amerika, pertanyaan-pertanyaan tentang kebenaran, asal dan tujuan, hakekat
serta hal-hal metafisis yang menjadi pokok pembahasan dalam filsafat Barat
dirasakan amat teoritis. Rakyat Amerika umumya menginginkan hasil yang
kongkrit. Sesuatu yang penting harus pula kelihatan dalam kegunaannya. Oleh
karena itu, pertanyan what is harus dieliminir dengan what for
dalam filsafat praktis[6]
Kata pragmatisme sering sekali di
ucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian
praktis. Jika orang berkata, rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya
adalah rencana ini kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh
dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tapi belum menggambarkan
keseluruhan pengertian pragmatism.
Pragmatisme
adalah aliran dari filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu adalah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata
oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relative tidak mutlak. Mungkin
sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi
masyarakat tertentu, tetapi berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu
dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembanganya
mengalami perbedaan simpulan walaupun berangkat dari gagasan asal
yang sama. Kendati demikian ada tiga patokan yang disetujui aliran
pragmatism yaitu, (1) Menolak segala intelektualisme dan (2) Absolutisme, serta
(3) Meremehkan logika formal.
Pragmatisme berpegang teguh pada
praktek. Berusaha menemukan asal mula serta hakekat terdalam segala
sesuatu merupakan kegiatan yang sangat menarik, meskipun kegiatan tersebut luar
biasa sulitnya. Sejarah menunjukan sengketa antara masalah ini di bidang
filsafat selalu menyebabkan adanya sementara orang yang menoloknya sebagai
suatu masalah yang menyebabkan sementara orang yang lain memandangnya sebagai
suatu yang tidak berfaedah.
Penganut pragmatisme menaruh
perhatian pada praktek. Mereka memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan
untuk hidup yang berlangsung terus-menerus yang di dalamnya terpenting
adalah konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis.
Konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis tersebut erat hubunganya dengan
makna dan kebenaran[7].
B. Tokoh-tokoh
Pragmatisme
1.
Wiliam James
(1842-1910)
Wiliam James lahir di New York pada
tahun 1842 M, anak Hery James,Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal,
berkedudukan yang tinggi, pemikir yang kreatif, selain kaya keluarganya memang
dibekali kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan
humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari
manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang
dibarengi usaha yang kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan
dengan kehidupan karya-karyanya antara lain, The Principles of psychology
(1890),Thee Will to Belive (1897), the Varietes of Religious Exsperience (1902),
dan Pragmatism(1970)[8].
Di dalam bukunya the Maening Of
Truth, Arti kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak,
yang berlaku umum, yang bersifat tetap yang berdiri sendiri dan terlepas dari
segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan
segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah,
kaena dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tidak ada kebenaran mutlak, yang ada
adalah kebenaran-kebenaran (artinya dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar
dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat di ubah
oleh pengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme
tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung dari keberhasilan
dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar
jikalau bermanfaat bagi pelakunya jika memperkaya hidup serta
kemungkinan-kemungkinan hidup.
Di dalam bukunya, the Varietes of
Religious Exsperience atau keaneka ragaman pengalaman keagamaan, James
mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari
kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri
didalam kesadaran dengan cara yang berlainan , barang kali didalam bawah
sadar kita, kita menjumpai suatu realistis cosmis yang lebih tinggi tetapi
hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang meneguhkan hal
itu secara mutlak. Bagi orang perorang kepercayaan terhadap suatu realistis
cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subyektif yang relative,
sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan
keberanian hidup perasaan damai keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James membawakan pragmatisme. Isme
ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekannya kedalam pendidikan. Pemdidikan
menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain orang yang paling
bertanggungjawab terhadap gernerasi Amerika sekarang adalah Wiliam James dan
John Dewey. Apa yang merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita
sebut : Pandanganbahwa tidak ada hokum moral umum, tidak ada kebenaran umum,
semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan
dua ini sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam
kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri[9].
2.
John Dewey
(1859-1952)
John Dewey lahir di Baltimore,
Sekalipun Dewey bekerja sendiri terlepas dari Wiliam James, namun menghasilkan
pemikiran yang menampakan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang
yang pragmatis, menurutnya pragmatisme bertujuan untuk memperbaiki kehidupan
manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktivitasnya
untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut pragmatism John
Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengaruh bagi kehidupan
nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisik yang
kurang praktis tidak ada faedahnya. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan
istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat
instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan
mengolahnya secara aktif kritis. Dengan demikian filsafat akan akan dapat
menyusun norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme adalah suatu usaha
untuk menyusun teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalan bentuknya yang
bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu
berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam
dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan
sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan
instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti ada gerak dan
kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata “futurisme” mendorong kita untuk
melihat hari esok dan tidak pada hari kemaren. Ketiga, kata “milionarisme”
berarti dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini
dianut oleh Wiliam James.
C. Kritik Terhadap Pragmatisme
Kekiliruan pragmatism dapat di
buktikan dalam tigatataran pemikiran :
- Kritik dari segi landasan pragmatisme
Pragmatisme dilandaskan pada
pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Hal ini
Nampak dari perkembangan historis kemunculan pragmatisme yang merupakan
perkembangan lebih lanjut dari empirisme. Dengan demikian dalam konteks
idiologis, pragmatisme berarti menolak agama sebagai sumber ilmu
pengetahuan.
Jadi, pemikiran pemisahan agama dari
kehidupan merupakan jalan tengah diantara dua sisi pemikiran tadi.
Penyelesaian jalan tengah mungkin saja dapat terwujud di antara dua
pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai azas yang sama). Namun
penyelesaian seperti ini tidak akan terwujud di antara dua pemikiran yang
kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama
adalah mengakui keberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta,
dan kehidupan. Dan dari sinilah dinahas apakah Al Khaliq telah menentukan suatu
peraturan tertentu dan manusia diwajibkan untuk melaksanakanya dalam
kehidupan dan apakah Al Khaliq akan menghisab manusia setelah mati megenai
kriterianya terhadap peraturan Al Khaliq ini. Sedang yang kedua adalah mengingkari
keberadaan Al Khaliq. Dan dari sinilah dapat dicapai kesimpulan, bahwa agama
tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan,tapi bahkan terus dibuang dari
kehidupan.
- Kritik dari segi metode pemikiran
Pragmatisme yang tercabang dari
Emperisme Nampak jelas menggunakan metode Ilmiyah yang menjadikan sebagai asas
berfikir untuk segala bidang pemikiran baik yang berkenaan dengan saint
danteknologi maupun ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan ini adalah satu
kekeliruan.
- Kritik terhadap pragmatisme itu sendiri
Pragmatisme adalah aliran yang
mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang
dihasilkanya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi.
Pertama, pragmatisme mencampur
adukan kriteria kebenaran ide dengan kegunaan praktisnya. Kebenaran suatu
ide adalah satu hal, sedangkan praktis ide itu adalah hal lain. Kebenaran
sebuah ide diukur dengan kesesuaian ide itu dengan realistas, atau dengan
standar-standar yang dibangun di atas ide dasar yang sudah
diketahui kesesuaiannya dengan realitas. Sedang kegunaan praktis suatu ide
untuk memenuhi hajat hidup manusia tidak diukur dari keberhasilan penerapan ide
itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang diterapkan. Maka, kegunaan praktis
ide tidak mengandung implikasi kebenaran ide, tetapi hanya menunjukan
fakta terpuaskanya kebutuhan manusia.
Kedua, pragmatisme menafikan peran
manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide adalah aktivitas intelektual dengan
menggunakan standar-standar tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia dalam
pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identivikasi instinktif.
Memang indentifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia
dalam pemuasan hajatnya, tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide.
Maka, pragmatisme telah menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan
identifikasi instinktif. Atau dengan kata lain, pragmatisme telah menundukan
keputusan akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif.
Ketiga, pragmatisme menimbulkan
relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan kebenaran subyek
penilaian ide, baik individu, kelompok, maupun masyarakat dan perubahan kontek
waktu dan tempat. Dengan kata lain kebenaran hakiki pragmatisme baru dapat
dibuktikan menurut pragmatisme itu sendiri setelah melalui pengujian kepada
seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak
akan pernah terjadi. Maka, pragmatisme telah menjelaskan ikonsistensi
internal yang dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri.
D. Daya Tarik Pragmatisme
Dengan sejumlah
cara pragmatisme merupakan sebuah ajaran yang menarik bagi sementara orang.
misalnya, paham tersebut menitik beratkan pada pengalaman dan bersifat
naturalistik, tetapi sekaligus menyerahkan tugas yang nyata-nyata bersifat kreatif
kepada orang yang memperoleh pengetahuan. Pragmatisme bersangkutan dengan
masalah-masalah mengenai organisme di dalam perjuangan untuk
kelangsungan hidupnya, dan menjadikan penyelesaian masalah sebagai
pendorong bagi tingkah laku, dan karenanya sebagai kunci bagi semua penafsiran
kefilsafatan.
Bahkan perenungan kefilsafatan
dipandang sebagai alat untuk menyelesaikan masalah mengenai pentesuaian.
Selanjutnya pragmatisme memberi dorongan untuk bertindak. Disinilah letak
kekuatan kreatif suatu organisme; ia tidak puas hanya memandang sesuatu secara
pasif. Diatas segala-galanya pragmatisme merupakan suatu ajaran yang
memberikan ukuran bagi makna dan kebenaran berdasarkan atas proses yang
hidup dari penyelesaian masalah. Hal ini sangat menarik bagi banyak orang,
khususnya bagi mereka yang ingin mengubah dunia.
BAB III
SIMPULAN
A.
Simpulan
Makalah epistimologi pragmatisme
adalah teori-teori pengetahuan yang beraliran pada filsafat yang
berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu adalah apakah sesuatu itu
memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata oleh sebab itu kebenaran sifatnya
menjadi relative tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau
peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu,
tetapi berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh
masyarakat yang kedua.
B.
Saran
Pemakalah mengharapkan masukan maupun kritikannya kepada
teman-teman maupun yang terhormat kepada Bapak Dosen Pengampu Mata Kuliah Filsafat
Ilmu yaitu Bapak Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Tafsir.1990.Filsafat Umum Akal dan Hati sejak
Thales Sampai James.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Katt soff, L.O.1989. Pengantar Filsafat (Terjemahan Soesono Soemargono), Yogyakarta: Tiara Wacana.
Praja, Juhaya. S. 2003. Aliran-Aliran Filsafat
& Etika. Jakarta Timur: Prenada Media.
Tafsir, Ahmad.1990.Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James.Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Zainuddin, Fananie. 1992. Filsafat Ilmu dan Perkebangannya.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
[1] PSP UGM,
Kajian Ilmiah Masalah Perbedaan Pendapat 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara. (Yogyakarta: PSP UGM, 2013), h. 45.
[5] Ahmad tafsir, 2009. filsafat
umum akal dan hati sejak thales sampai capra. Remaja Rosdakarya,
Bandung.hal 23.
[6]
Christy, “Pendidikan Indonesia Harus Punya Nilai Pragmatis”, seniindonesia.multiply.com/...
/pendidikan_Indonesia_harus_punya_nilai_pragmatis_John_DeweY -
dalam Google.com. 26 Oktober 2015, 14.25
[7] Ahmad Tafsir. 1990. Filsafat
Umum Akal dan Hati sejak Thales Sampai James, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar