Sabtu, 12 November 2016

EPISTEMOLOGI PRAGMATISME DARI WILIAM JAMES DAN JOHN DEWEY



BAB I
PENDAHULUAN

Akhir abad XIX atau memasuki abad XX di Amerika berkembang sebuah aliran filsafat yang begitu besar dampaknya bagi perkembangan negara tersebut sehingga mengubah cara pandang rakyat Amerika salah satunya di bidang pendidikan yang disebut pragmatisme. Tokoh pragmatisme pertama adalah Charles Sander Peirce kemudian diikuti oleh William James kemudian terakhir adalah John Dewey.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatisme adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa akibat yang praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi diterimanya asal bermanfaat.
Makalah ini membahas tentang epistemologi pragmatisme dari Wiliam James dan John Dewey di mana tokoh yang terakhir dalam aliran pragmatisme ini lebih suka menyebut pragmatisme dengan istilah instrumentalisme yang pemikirannya terpengaruh oleh pendahulunya yaitu Hegel, Darwin dan James. Kemudian membahas juga mengenai instrumentalisme John Dewey relevansinya dengan dunia pendidikan Islam.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Epistimologi Pragmatis
Epitomologi berasal dari kata Yunani “epesteme” yang arti  harfiahnya adalah pengetahuan. Ada pula pandangan bahwa epistimologi adalah merupakan teori pengetahuan (theory of knowledge[1]). Pengertian lain. Epistimologi adalah bagaimana suatu pengetahuan diukur kebenarannya, yang memunculkan teori-teori kebenaran: teori kebenaran korespondensi, koherensi, pragmatis.[2]
Dalam pengertian lain epistimologi adalah berasal dari Yunani “episteme: dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya mendudukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk “menempatkan sesuatu dalam kedudukan setempatnya”. Epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge; erkentnistheorie)[3]
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat  dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat  diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan[4]
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994)[5].
Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani: pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan. Pragmatisme pada dasarnya merupakan gerakan filsafat Amerika yang begitu dominan selama satu abad terakhir dan mencerminkan sifat-sifat kehidupan Amerika. Demikian dekatnya pragmatisme dangan Amerika sehingga Popkin dan Stroll menyatakan bahwa pragmatisme merupakan gerakan yang berasal dari Amerika yang memiliki pengaruh mendalam dalam kehidupan intelektual di Amerika. Bagi kebanyakan rakyat Amerika, pertanyaan-pertanyaan tentang kebenaran, asal dan tujuan, hakekat serta hal-hal metafisis yang menjadi pokok pembahasan dalam filsafat Barat dirasakan amat teoritis. Rakyat Amerika umumya menginginkan hasil yang kongkrit. Sesuatu yang penting harus pula kelihatan dalam kegunaannya. Oleh karena itu, pertanyan what is harus dieliminir dengan what for dalam filsafat praktis[6]
Kata pragmatisme sering sekali di ucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya  dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya adalah rencana ini kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatism.
Pragmatisme adalah aliran dari filsafat  yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu adalah  apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata oleh sebab itu kebenaran  sifatnya menjadi relative  tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan  bagi masyarakat tertentu, tetapi berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembanganya mengalami perbedaan simpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian ada tiga patokan yang disetujui  aliran pragmatism yaitu, (1) Menolak segala intelektualisme dan (2) Absolutisme, serta (3) Meremehkan logika formal.
Pragmatisme berpegang teguh pada praktek.  Berusaha menemukan asal mula serta hakekat terdalam segala sesuatu merupakan kegiatan yang sangat menarik, meskipun kegiatan tersebut luar biasa sulitnya. Sejarah menunjukan sengketa antara masalah ini di bidang filsafat selalu menyebabkan adanya sementara orang yang menoloknya sebagai suatu masalah yang menyebabkan sementara orang yang lain memandangnya sebagai suatu yang tidak berfaedah.
Penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktek. Mereka memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang berlangsung terus-menerus yang di dalamnya terpenting adalah  konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis tersebut erat hubunganya dengan makna  dan kebenaran[7].

B. Tokoh-tokoh Pragmatisme
1.      Wiliam James (1842-1910)
Wiliam James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Hery James,Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkedudukan yang tinggi, pemikir yang kreatif, selain kaya keluarganya memang dibekali kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi usaha yang kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan karya-karyanya antara lain, The Principles of psychology (1890),Thee Will to Belive (1897), the Varietes of Religious Exsperience (1902), dan Pragmatism(1970)[8].
Di dalam bukunya the Maening Of Truth, Arti kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus  dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan  itu senantiasa berubah, kaena dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus  yang setiap kali dapat di ubah  oleh pengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung dari keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya  jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
Di dalam bukunya, the Varietes of Religious Exsperience atau keaneka ragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa  gejala keagamaan itu berasal  dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri didalam kesadaran  dengan cara yang berlainan , barang kali didalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu realistis cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang meneguhkan  hal itu secara mutlak. Bagi orang perorang kepercayaan terhadap suatu realistis cosmis yang lebih tinggi  merupakan nilai subyektif yang relative, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup perasaan damai keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekannya kedalam pendidikan. Pemdidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain orang yang paling bertanggungjawab terhadap gernerasi Amerika sekarang adalah Wiliam James dan John Dewey. Apa yang merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut : Pandanganbahwa tidak ada hokum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini sudah cukup untuk mengguncangkan  kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri[9].

2.      John Dewey (1859-1952)
John Dewey lahir di Baltimore, Sekalipun Dewey bekerja sendiri terlepas dari Wiliam James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis, menurutnya pragmatisme bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut pragmatism John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengaruh bagi kehidupan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisik yang kurang praktis tidak ada faedahnya. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci  dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif kritis. Dengan demikian filsafat akan akan dapat menyusun norma-norma  dan nilai-nilai.
Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalan bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti ada gerak dan kemajuan  nyata dalam waktu. Kedua, kata “futurisme” mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemaren. Ketiga, kata “milionarisme” berarti dunia dapat diubah  lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh Wiliam James.

C.   Kritik Terhadap Pragmatisme
Kekiliruan pragmatism dapat di buktikan dalam tigatataran pemikiran :
  1. Kritik dari segi landasan pragmatisme
Pragmatisme dilandaskan pada pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Hal ini Nampak dari perkembangan historis kemunculan pragmatisme yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari empirisme. Dengan demikian dalam konteks idiologis, pragmatisme berarti menolak agama sebagai sumber  ilmu pengetahuan.
Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan  jalan tengah diantara dua sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah mungkin saja dapat terwujud di antara dua pemikiran  yang berbeda (tapi masih mempunyai azas yang sama). Namun penyelesaian seperti ini tidak akan terwujud  di antara dua pemikiran yang kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama adalah mengakui keberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan dari sinilah dinahas apakah Al Khaliq telah menentukan suatu peraturan tertentu dan manusia diwajibkan  untuk melaksanakanya dalam kehidupan dan apakah Al Khaliq akan menghisab manusia setelah mati megenai kriterianya terhadap peraturan Al Khaliq ini. Sedang yang kedua adalah mengingkari keberadaan Al Khaliq. Dan dari sinilah dapat dicapai kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan,tapi bahkan terus dibuang dari kehidupan.
  1. Kritik dari segi metode pemikiran
Pragmatisme yang tercabang dari Emperisme Nampak jelas menggunakan metode Ilmiyah yang menjadikan sebagai asas berfikir untuk segala bidang pemikiran  baik yang berkenaan dengan saint danteknologi maupun ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan  ini adalah satu kekeliruan.
  1. Kritik terhadap pragmatisme itu sendiri
Pragmatisme adalah aliran yang mengukur  kebenaran suatu ide dengan kegunaan  praktis yang dihasilkanya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi.
Pertama, pragmatisme mencampur adukan kriteria kebenaran  ide dengan kegunaan praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal, sedangkan praktis ide itu adalah hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur dengan  kesesuaian ide itu dengan realistas, atau dengan standar-standar yang dibangun  di atas ide dasar  yang sudah diketahui kesesuaiannya dengan realitas. Sedang kegunaan praktis suatu ide untuk memenuhi hajat hidup manusia tidak diukur dari keberhasilan penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang diterapkan. Maka, kegunaan praktis ide tidak mengandung implikasi kebenaran ide, tetapi hanya menunjukan  fakta terpuaskanya kebutuhan manusia.
Kedua, pragmatisme menafikan peran manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide adalah aktivitas intelektual dengan menggunakan standar-standar tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah  identivikasi instinktif. Memang  indentifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya, tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, pragmatisme telah menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau dengan kata lain, pragmatisme telah menundukan keputusan akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif.
Ketiga, pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan kebenaran  subyek penilaian ide, baik individu, kelompok, maupun masyarakat dan perubahan kontek waktu dan tempat. Dengan kata lain kebenaran hakiki pragmatisme baru dapat dibuktikan menurut pragmatisme itu sendiri setelah melalui pengujian kepada seluruh manusia  dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka, pragmatisme telah menjelaskan  ikonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri.

D.   Daya Tarik Pragmatisme
Dengan sejumlah cara pragmatisme merupakan sebuah ajaran yang menarik bagi sementara orang. misalnya, paham tersebut menitik beratkan pada pengalaman dan bersifat naturalistik, tetapi sekaligus menyerahkan tugas yang nyata-nyata bersifat kreatif kepada orang yang memperoleh pengetahuan. Pragmatisme bersangkutan dengan masalah-masalah  mengenai organisme di dalam perjuangan  untuk kelangsungan hidupnya, dan menjadikan penyelesaian masalah  sebagai pendorong bagi tingkah laku, dan karenanya sebagai kunci bagi semua penafsiran kefilsafatan.
Bahkan perenungan kefilsafatan dipandang sebagai alat untuk menyelesaikan masalah mengenai pentesuaian. Selanjutnya pragmatisme memberi dorongan untuk bertindak. Disinilah letak kekuatan kreatif suatu organisme; ia tidak puas hanya memandang sesuatu secara pasif. Diatas segala-galanya pragmatisme merupakan suatu ajaran yang memberikan  ukuran bagi makna dan kebenaran berdasarkan atas proses yang hidup dari penyelesaian masalah. Hal ini sangat menarik bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang ingin mengubah dunia.













BAB III
SIMPULAN

A.    Simpulan

Makalah epistimologi pragmatisme adalah teori-teori pengetahuan yang beraliran pada filsafat  yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu adalah  apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata oleh sebab itu kebenaran  sifatnya menjadi relative  tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan  bagi masyarakat tertentu, tetapi berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.

B.     Saran
Pemakalah mengharapkan masukan maupun kritikannya kepada teman-teman maupun yang terhormat kepada Bapak Dosen Pengampu Mata Kuliah Filsafat Ilmu yaitu Bapak Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir.1990.Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales Sampai James.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Katt soff, L.O.1989. Pengantar Filsafat (Terjemahan Soesono Soemargono), Yogyakarta: Tiara Wacana.
Praja, Juhaya. S. 2003. Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta Timur: Prenada Media.
Tafsir, Ahmad.1990.Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Zainuddin, Fananie. 1992. Filsafat Ilmu dan Perkebangannya. Surakarta: Muhammadiyah University Press.



[1] PSP UGM, Kajian Ilmiah Masalah Perbedaan Pendapat 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. (Yogyakarta: PSP UGM, 2013), h. 45.
[2] Wardani, Epistimologi Kalam Abad Pertengahan, (Yogyakarta, Lkis, 2003), h. 67.
[3] Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 63.
[5] Ahmad tafsir, 2009. filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai capra. Remaja Rosdakarya, Bandung.hal 23.
[6] Christy, “Pendidikan Indonesia Harus Punya Nilai Pragmatis”,  seniindonesia.multiply.com/... /pendidikan_Indonesia_harus_punya_nilai_pragmatis_John_DeweY  -  dalam Google.com. 26 Oktober 2015, 14.25
[7] Ahmad Tafsir. 1990. Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales Sampai James, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[8] Juhaya S. Praja.2003. Aliran-Aliran Filsafat & Etika.Jakarta: Prenada Media.h. 172.

[9] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar